Friday, April 17, 2009

Bagaimana Mungkin Carrefour Bisa Memberi Diskon 90%?


Beberapa waktu lalu beberapa surat kabar nasional mewawancarai beberapa nara sumber terkait iklan dari Carrefour yang memberi diskon 90% di libur panjang Pemilu lalu. Tidak hanya Carrefour sebenarnya yang melakukan promosi besar-besaran menyambut libur panjang Pemilu lalu namun hanya Carrefour yang paling mengundang perbincangan.
Di dalam tulisan hasil wawancara di Kompas seorang nara sumber mengatakan seolah-olah Carrefour mampu melakukan itu karena kemampuannya menekan supplier (pemasok) melalui trading term. Juga mengatakan bahwa KPPU harus menyelidiki dan berbagai komentar lain yang menuduh bahwa Carrefour telah melakukan tindakan salah.
Saya ingin menyampaikan pandangan saya selaku praktisi dan konsultan yang tahu bagaimana seluk beluk sebuah bisnis ritel dikelola.
Pertama, yang diobral besar-besaran oleh Carrefour adalah barang-barang dalam kelompok general merchandise yang memiliki margin rata-rata antara 30%-50%. Itu margin antara rata-rata berarti ada kelompok barang yang memiliki margin di atas 50%.
Kedua, yang diobral itu juga sebagian besar adalah barang-barang lama dan tinggal sisa-sisa yang harus dibersihkan secara berkala karena dengan berbagai alasan antara lain: model sudah kuno, kondisi barang sudah tidak terlalu baik, sudah agak lusuh dan ada lecet kecil di sana-sini.
Ketiga, hanya beberapa barang saja yang jumlahnya juga tidak banyak yang didiskon 90% sedangkan sebagian besar lagi tidak didiskon 90% melainkan hanya didiskon 30%-50%. Itu sendiri ditulis di Kompas jadi semua orang juga bisa menghitung bahwa tidak semua barang didiskon 90%.
Itu hanya sedikit alasan kenapa diskon itu mungkin dilakukan tanpa harus merugi. Nah berikut saya akan ulas secara lebih detil untuk menunjukkan contoh mengapa Carrefour bisa melakukan itu. Tetapi sebelum terlampau jauh, saya harus katakan bahwa ini bukan teknologi dari Carrefour saja. Ini hanya hitungan matematis terapan yang bisa diterapkan peritel manapun.
Perhatikan tabel di paling atas tulisan ini.
Contoh dalam tabel di atas. Jika sebuah peritel membeli barang sebanyak 5.000 buah dengan harga pokok pembelian (HPP) Rp 1.000,-. Jika peritel ingin mendapatkan margin sebesar 40% maka dia harus menjual Rp 1.666,67.
Nah, barang tersebut belum tentu sukses dijual dengan harga yang diinginkan oleh peritel bukan? Katakanlah ternyata barang tadi hanya mampu dijual dengan harga normal sebanyak 70% nya saja berarti hanya terjual sebanyak 3.500 buah dengan harga Rp 1.666,67. Sedangkan sisanya yang 1.500 buah pada waktu yang sudah ditentukan, misalkan 6 bulan, sudah dianggap ketinggalan jaman sehingga daripada hanya memenuhi rak dan menjadi uang mati maka lebih baik dilakukan clearance sales. Nah itulah yang dilakukan oleh Carrefour tadi, contohnya dengan melakukan diskon besar-besaran. Kalau perlu diskon 90%.
Mari kita kembali lihat tabel di atas. Jika sisa barang sebanyak 30% atau 1.500 buah diobral sampai dengan 90% pun maka peritel harus menjual dengan harga Rp 166,67. Memang rugi dan memang di bawah harga perolehan.
Sekarang mari lihat hasil akhirnya. Penjualan 70% dari total persediaan awal ditambah penjualan 30% dari total persediaan yang diobral menghasilkan penjualan Rp 6.083.333,- sedangkan modal atau HPP-nya hanya Rp 5.000.000,- Itu artinya peritel masih mengalami untung Rp 1.083.333,- atau untung sebesar 17.81%. Memang tidak sebesar yang direncanakan namun juga tidak rugi. Hanya marginnya saja berkurang.
Jadi, setelah melihat argumentasi di atas ditambah lagi hitungan yang rada teknis seperti yang saya uraikan di atas, nyata bahwa apa yang dilakukan oleh Carrefour bukanlah sesuatu yang harus selalu dicurigai sebagai suatu tindakan yang melanggar kepatutan bisnis apalagi melanggar peraturan. Perlu juga bagi media untuk mencari nara sumber yang berkompeten agar bisa mendapatkan pandangan yang berimbang sekaligus mencerdaskan masyarakat dan pelaku usaha serta tidak menimbulkan keresahan dunia usaha.

2 comments:

  1. Pak Guswai yth,
    Pertama, saya ingin berkomentar tentang belum ada yang tulis komentar terhadap tulisan anda saat ini, karena tidak seperti harapan saya mengingat demikian ramainya isu soal banting harga Carrefour di media beberapa waktu yang lalu. Menurut saya, sebetulnya hebohnya program diskon tersebut karena CF dapat memanfaatkan perilaku konsumen Indonesia (pada umumnya), yang responsif terhadap program2 seperti itu, apalagi didukung dengan POP yang gegap-gempita. Walau kenyataanya, barang2 yang di tawarkan dengan diskon memang kwalitasnya tidak baik. Ada elektronik yang tidak lengkap, cacat, dan apa adanya, apalagi yg fashion, sudah out of date seperti tulisan anda. Saya sempat ke store di Puri, dan melihat orang berebut kemeja seharga 20 ribuan (19.900), padahal, penampilan mereka jauh diatas segmen harga tersebut.Jadi kesimpulan saya, cerdiknya CF memanfaatkan perilaku patut di 'pelajari' oleh retailer yang lain untuk menciptakan kehebohan ('comotion') sehingga trafik menjadi tinggi, kalau toh tidak jadi beli barang diskon, mungkin saja membeli barang yang lain. Dan bagi CF, tidak belanja bukan masalah, asal jangan ke store tetangga.
    Sebuah tulisan yang menginspirasi, saya tunggu tulisan lain soal bagaimana meminimalisasi barang rusak.

    koernia

    ReplyDelete
  2. Bukan komen, tapi mau tanya -- dari program diskon 90% tersebut - hasilnya seperti apa? ramai sekali dengan transaksi besar? seberapa ramai? seberapa sukses program ini? tqu!~

    ReplyDelete