Saturday, March 07, 2009

Siapa Butuh Peraturan Menteri Perdagangan RI No 53/2008?


Baru-baru ini sebuah surat kabar nasional memberitakan tentang penolakan Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia) atas Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 58/tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang pada intinya banyak mengatur tentang kerja sama antara pemasok dan peritel di pasar modern. Selain Aprindo juga turut menolak adalah Komisi V DPR yang menilai bahwa Permendag tersebut tidak kondusif untuk iklim investasi karena akan mengganggu prinsip kebebasan berkontrak antara dua belah pihak.

Siapa Menolak dan Siapa Setuju?
Anggota Aprindo pada dasarnya berisikan peritel-peritel besar. Herannya peritel kecil yang sebenarnya lebih membutuhkan asosiasi seperti Aprindo tidak banyak terlibat karena bukan anggota. Tak heran jika setelah terbitnya Permendag No.53 tersebut lebih banyak Peritel besar yang bersuara tidak setuju/menolak dibandingkan peritel kecil.
Menurut apa yang saya lihat sebenarnya terbitnya Permendag tersebut adalah guna melindungi baik pemasok maupun peritel berskala kecil sampai menengah. Pemasok dan peritel skala besar akan sangat terganggu dengan adanya Permendag yang secara detil mengatur bagaimana seharusnya kedua belah pihak berkontrak.

Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI) telah mengambil inisiatif untuk mengundang Menteri Perdagangan dan Dirjen Perdagangan pada tanggal 13 Maret 2009 untuk bertatap muka dalam upayanya mensosialisasikan Permendag No 53/2008 tersebut. Berikutnya kita tunggu kapan Menteri Perdagangan akan melakukan sosialisasi kepada peritel skala kecil dan menengah yang berada di daerah-daerah baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten? Mereka sesungguhnya tidak tergabung di dalam Aprindo dan juga belum tersentuh sosialisasi. Banyak di antara peritel kecil tersebut yang belum mengetahui keberadaan Permendag No 53/2008 tersebut.

Peritel Kecil Juga Butuh Perlindungan
Mengapa peritel kecil saya katakan adalah pihak yang akan diuntungkan oleh Permendag No 53/2008? Karena bukan hanya peritel besar saja yang bisa menggunakan bargaining powernya yang besar untuk “menekan” pemasok kecil , demikian juga Pemasok Besar skala multinasional maupun nasional pun melakukan “penekanan” kepada peritel skala kecil menengah yang ada di daerah-daerah. Mereka adalah pengusaha ritel lokal yang selama menggerakkan roda distribusi sampai ke kota-kota kecil. Peritel-peritel kecil inilah yang akan paling menderita ketika peritel besar skala nasional maupun multinasional masuk ke kota-kota provinsi bahkan kabupaten.

Peritel kecil ini juga mengalami penekanan dari pemasok besar dalam hal perlakuan yang berbeda antara kondisi perdagangan (trading term) yang diberikan pemasok kepada peritel besar dibandingkan kondisi perdagangan yang harus diterima oleh peritel kecil karena ketidakmampuannya memperoleh kondisi perdagangan yang seimbang. Hal ini jarang sekali mengemuka bukan? Selama ini hanya teriakan pemasok kecil saja yang muncul ke permukaan. Bagaimana dengan peritel kecil? Siapa yang mendengarkan suara mereka?

Law Enforcement
Dibalik pro dan kontra yang terjadi, suatu hal yang patur kita pertanyakan. Sejauh mana Permendag ini efektif untuk melindungi pemasok dan peritel kecil? Apakah yang disebut peraturan menteri boleh dilanggar atau harus ditaati. Sudah banyak peraturan yang tinggal peraturan. Tidak dijalankan oleh yang terikat namun tidak ada penegakan hukum. Akankah Permendag No 53/2008 berakhir serupa? Kita cermati bersama perkembangannya.

3 comments:

  1. Selamat Mr. Gusway atas peluncuran blog barunya. Kami tunggu artikel berikutnya, Pasti bermanfaat.

    ReplyDelete
  2. Selamat pa..mudah2an semakin banyak orang yang dicerahkan mengenai dunia ritel.
    Saya tunggu artikel/buku mengenai bedah total kesehatan finacial di sebuah perusahaan ritel.

    ReplyDelete
  3. Dengan adanya blog ini akan semakin mempermudah tulisan2 Pak Guswai untuk diakses. Selamat Pak. Mengenai tulisan di atas, sebagai peritel kecil saya juga sering kewalahan saat menghadapi pemasok yang produknya hanya satu-satunya (tidak ada produsen lain yang produknya sama). Bargaining posisition nya menjadi sangat kuat, sehingga kita terpaksa mengalah.

    ReplyDelete