Thursday, November 05, 2009

Permen Bukan Alat Pembayaran Pengganti Uang Receh


Berikut saya cuplikan berita yang bersumber dari Kompas.com:

"Direktur Perlindungan Konsumen Depdag Radu Malam Sembiring menegaskan, aturan pengembalian dalam transaksi ritel tertuang jelas dalam UU Nomor 23/1999 tentang Bank Indonesia.

UU BI menetapkan, seberapa pun kecil nilai kembalian dalam setiap transaksi, tetap harus menggunakan alat pembayaran yang sah. ”Kami masih memberikan waktu bagi peritel untuk membenahi. Setelah ini kami akan mengambil tindakan tegas,” kata Radu, kemarin.

Jika peritel tetap membandel, Radu menilai, mereka telah melanggar UU BI dan UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen sehingga perlu terkena tindakan tegas.
Namun, sebelum mengambil tindakan tegas yang tak dia sebutkan dalam bentuk apa, Radu mengatakan, masalah transaksi ini lebih dulu diselesaikan langsung dengan instansi terkait, yaitu BI.

Sebab, dalih pengusaha, mereka terpaksa memberikan permen karena tak mudah lagi bagi mereka mendapatkan uang receh untuk kembalian transaksi. ”Kami kesulitan untuk mendapatkan uang receh,” kata Heri Sumantri, Ketua Bidang Kemitraan dan Departemen UKM Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia.

Namun, BI tak bisa begitu saja menerima dalih dari para pedagang tersebut. ”Perusahaan ritel bisa menukar ke BI dan kami sudah menyediakan,” kata Ery Setiawan, Kepala Bagian Pengelolaan Uang Keluar BI.


Masalah pengembalian dalam pecahan uang kecil memang menjadi isu yang tak habis-habisnya bagi peritel. Meskipun yang dipermasalahkan adalah nilai uang yang tak seberapa namun tetap saja menjadi masalah yang sepertinya tak berujung. Beberapa peritel di daerah mengatakan susah sekali mendapatkan uang kecil dari bank-bank. Bahkan bank-bank swasta mengatakan kesulitan mendapatkan tukaran uang kecil dari BI. Dari berita yang saya cuplik di atas BI membantah bahwa mereka tak menyediakan uang receh. Mana yang benar sulit sekali dibuktikan.
Seandainya saja kesulitan itu memang nyata dan tidak seindah yang dikatakan pejabat BI maka saya tetap menganjurkan kepada Peritel untuk lebih baik membayar lebih daripada mengambil uang receh yang tak seberapa itu namun membentuk kesan buruk di mata konsumen. Beberapa peritel yang tidak percaya dengan konsep tersebut tetap saja ngotot mengembalikan uang receh dengan permen. Tindakan yang akan diambil oleh Departemen Perdagangan tentu saja adalah bukti nyata bahwa konsumen tidak rela jika peritel memberikan permen sebagai pengganti uang receh.

Kesulitan menjadi Peluang

Setiap masalah sebenarnya adalah peluang untuk membangun persepsi baik di mata konsumen. Beberapa peritel sudah lebih dari dua tahun lalu menciptakan beberapa terobosan. Carrefour sebagai contoh, melakukan sistem "Simpel" atau Sistem Pembulatan. Bila mana ada nilai pecahan pada kembalian uang belanja konsumen maka dengan menekan tombol tertentu kasir akan membulatkan ke bawah nilai belanja konsumen sehingga nilai kembalian belanjanya bisa lebih mudah untuk dikembalikan.
Contoh lain, saat bencana gempa di Padang beberapa waktu lalu, beberapa peritel membuat program sumbangan di mesin kasir yang mana bila ada kembalian receh sebesar Rp25 ke atas maka Kasir akan menawarkan ke konsumen apakah uang kembalian dalam pecahan kecil tersebut mau disumbangkan ke korban gempa. Jika konsumen setuju maka Kasir akan menekan tombol tertentu pada mesin kasir untuk membukukan sumbangan dari kembalian uang receh tersebut dan akan tercantum pada struk pembelian. Konsumen gembira karena uang receh tersebut memberi nilai lebih daripada berbentuk permen yang pada umumnya juga jarang sekali dimakan.

Dengan contoh di atas kiranya para peritel tetap kreatif dalam menyikapi segala permasalahan dalam bisnisnya. Selalu ada solusi dan bahkan solusinya begitu sederhana namun jika dikelola dengan baik sebuah masalah bisa menjadi manfaat.

Foto: http://farm3.static.flickr.com/2163/2419607697_0c8f7584ab.jpg