Thursday, March 26, 2009

Bagaimana Menjaga Sales Anda Tetap Tinggi?

Jika menghadapai penurunan sales (penjualan) saya kerap kali ditanya oleh klien saya, “Apa yang harus dilakukan?”. Saya mempunyai jawaban saya sendiri yang sudah dituangkan di dalam kedua buku saya namun kali ini saya ingin membagi tips yang diterapkan oleh Wal-Mart dan bagaimana kita bisa mengambil pelajaran dari tips tersebut.
1. Pelanggan mengetahui apa yang mereka inginkan. Dengarkan mereka
Berapa banyak dari kita yang rela bersusah payah mendengarkan konsumen? Ketika rekan-rekan kerja kita atau mungkin kita berada di lantai penjualan toko, apakah kita menyapa pelanggan kita. Menanyai mereka apakah ada yang mereka cari belum disediakan. Di mana mereka biasa memenuhi kebutuhannya itu. Dengan beberapa pertanyaan cerdas maka kita bisa mendapatkan banyak hal. Pertama, kita tahu persis apa yang dicari pelanggan kita. Kedua, kita tahu kemana pelanggan kita biasa belanja, artinya kita tahu siapa pesaing utama kita. Ketiga, kita menimbulkan kesan baik di mata pelanggan.

2. Pemilihan waktu adalah segalanya-tetaplah dalam persediaan
Sedikit membingungkan namun penjelasannya sebagai berikut. Kita tidak pernah tahu kapan pelanggan akan membutuhkan barang yang dicarinya. Karena itu adalah tugas kita untuk selalu menjaga persediaan kita khususnya barang-barang yang memang tergolong barang yang paling diminati dan dalam kelompok fast moving items.

3. Setengah dari pelanggan yang ditanya sependapat jika mereka bertemu pelayan toko yang yang sangat membantu, mereka seringkali akhirnya berbelanja lebih banyak dari yang mereka rencanakan.
Saya pernah mengalami sendiri hal ini. Suatu hari saya membantu seorang bapak-bapak yang cukup berumur di lorong toko di kategori kopi dan teh. Meski agak ragu-ragu karena saya tidak mengenakan seragam petugas toko si Bapak tadi memberanikan diri bertanya mengenai kopi tarik instant yang sedang dicarinya. Saya segera membawa Bapak tersebut ke lorong lain di mana kategori kopi instant diletakkan. Kemudian saya menyodorkan beberapa kopi tarik instant kepadanya. Rupanya meskipun tidak ingat nama kopi yang dimaksudnya tetapi Bapak tersebut mengatakan “bukan” kepada beberapa merk kopi tarik instant yang saya sodorkan. Ternyata menurut salah seorang staf penjualan toko, barang yang dimaksud sudah ditarik karena sedang diburu BPOM karena belum memiliki ML dan sudah ditarik dari shelving toko. Segera saja saya sampaikan bahwa kopi tarik instant yang dicarinya sudah habis dan saya menyodorkan merk lain yang sudah pernah saya coba. Saya katakan, ”Bagaimana kalau Bapak mencoba kopi merk yang ini. Mungkin Bapak mau mencoba dulu yang ukuran kecil?”. Alih-alih memilih yang kecil Bapak tadi malah minta yang ukuran besar. Selepas meletakkan kopi yang saya tawarkan ke kereta belanjanya dia malah bertanya tentang barang yang lain. Merasa ada yang membantunya dengan baik Bapak tadi antusias belanja barang-barang yang lain.
Ini suatu contoh nyata bahwa sesungguhnya sales bisa diciptakan. Di bisnis ritel banyak peritel berpikir bahwa ritel adalah penjualan pasif. Buka toko, pelanggan datang membeli. Memang betul. Setelah mereka masuk maka tugas Anda menciptakan penjualan. Lakukan sesuatu, pasti ada hasilnya.

Monday, March 16, 2009

Oleh-oleh dari Sosialisasi Permendag No 53/2008


Kedatangan saya ke seminar Sosialisasi Permendag No 53/2008 khususnya tentang Trading Term pada Jumat, tanggal 13 Maret 2009 lalu seperti ajang temu kangen dengan para pemasok pasar modern. Ketika menginjakkan kaki ke lantai 2 di lobi ballroom sport club Kelapa Gading saya langsung disambut 3 perempuan cantik yang langsung mencecar saya dengan ucapan,”Hai Pak Guswai, masih ingat sama kita-kita tidak?”. Wah, hampir 6 tahun meninggalkan dunia praktis membuat saya seolah menderita amnesia ringan. Saya memang gampang ingat wajah tetapi sulit mengingat nama-nama indah mereka. Singkat cerita saya masuk ke ruangan ballroom yang sudah dipenuhi para undangan yang sebagian besar adalah pemasok. Saya sempat bertanya-tanya apakah hanya pemasok yang boleh hadir? Pertanyaan saya segera terhapus ketika melihat beberapa rekan dari peritel juga hadir di ruangan atas undangan Ketua Umum AP3MI.

Di luar dugaan dari pihak panitia maupun nara sumber yang diundang ternyata acara sosialisasi Permendag ini sangat diminati oleh para pemasok ritel modern. Sayang Menteri Perdagangan yang diundang tidak menghadiri acara ini tetapi hanya mengutus Sekretaris Dirjennya.

Singkat cerita acara dimulai dengan beberapa sambutan dari tamu-tamu VIP antara lain Ketua Umum AP3MI, Ketua Umum Aprindo Bapak Benjamin J. Mailool, Wakil Ketua Umum Bapak Pudjianto, Ketua Harian Aprindo Bapak Tutum rahanta, Anggota KPPU Bapak Tadjudin, serta Sekretaris Dirjen Departemen Perdagangan RI Bapak Gunaryo.

Setelah sambutan dari para tamu VIP acara dilanjutkan dengan tanya jawab antara hadirin dan nara sumber yang terdiri dari tamu-tamu VIP tadi.

Acara tanya jawab yang terdiri dari tiga termin jelas tidak menjawab kebutuhan hadirin mengingat masih banyak penanya yang tidak terakomodasi.

Beberapa poin yang tertinggal dari sosialisasi tersebut antara lain:

· Pemasok merasa bahwa implementasi di lapangan tidak berjalan sesuai isi Permendag No 53/2008. Hal ini menjadi pertanyaan pada umumnya dari pemasok.

· Aprindo mengutip survei dari Nielsen mengatakan bahwa peran dari ritel modern masih sangat kecil yaitu 0.5% dari total bisnis ritel. Pemasok mempunyai pilihan untuk memasok ke pasar modern atau ke pasar tradisional dengan segal konsekuensinya.

· Aprindo menjelaskan bahwa sampai sekarang sudah terbentuk margin dari trading term, tentunya tidak bisa serta merta dihilangkan begitu saja. Faktanya net profit dari peritel sangat kecil berkisar di angka 1%-2% saja. Bahwa terjadi perpindahan pos pada pembahasan trading term adalah hal yang dianggap wajar.

· Akan di bentuk forum komunikasi oleh Departemen Perdagangan untuk menjembatani permasalahan seputar implementasi Permendag No 53/2008.

Beberapa peserta sosialisasi yang saya temui merasa bahwa hasil dari sosialisasi masih mengambang, tidak ada jawaban tuntas. Ketua AP3MI sendiri di akhir dari acara menyampaikan pesan untuk menggunakan AP3MI sebagai wadah menyalurkan aspirasi dan permasalahan sehubungan dengan kerja sama dengan pemasok. Memangnya selama ini belum demikian?

Peran ritel modern memang masih kecil

Pemasok yang hadir di acara sosialisasi tersebut memang dari divisi yang memasok pasar modern. Bisnis mereka memang kecil dari ritel modern tetapi kepentingan mereka yang hadir bukanlah kepentingan seluruh perusahaan karena yang hadir hanya mewakili kepentingan divisi/bagian dari yang mensuplai ritel modern. Memang peran ritel modern masih kecil namun pertumbuhannya sangat menjanjikan.

Siapa melindungi peritel kecil di daerah?

Pandangan yang juga saya tanyakan ke nara sumber meskipun tidak terjawab dengan tuntas adalah bahwa jika kita semua sadar bahwa peran sektor ritel sangat penting lalu mengapa belum ada undang-undang atau peraturan menteri guna melindungi peritel kecil yang ada di daerah-daerah? Jika di dalam ruangan seminar kemarin terbentuk suasana seolah-olah pemasok teraniaya oleh peritel besar maka hal sebaliknya juga terjadi. Pemasok yang merasa kuat juga menekan peritel kecil. Peritel kecil di daerah yang lahir dari putra daerah mendapatkan perlakuan yang kurang memadai baik dari segi suplai apalagi dari dukungan berupa trading term yang fair. Tidak jarang peritel kecil di daerah tersebut tidak mendapatkan dukungan seperti yang diterima peritel modern besar skala nasional. Sebagai akibatnya mereka akan kehilangan daya saing mana kala peritel skala nasional baik asing maupun lokal masuk ke daerah. Kita lihat bahwa Carrefour, Giant, dan Hypermart seperti berlomba-lomba menyerbu ke kota provinsi bahkan ke kota Kabupaten.

Saya melihat bahwa acara sosialisasi tersebut bagus sebagai pembuka jalan ke arah tindakan yang lebih konkrit. Forum komunikasi yang akan dibentuk semoga segera terwujud dan bisa menjadi solusi dari permasalahan yang pastinya tidak akan mudah ini. Meski Aprindo secara resmi mengatakan akan tunduk pada peraturan namun menurut hemat saya pada akhirnya kesepakatan kedua belah pihak akan menentukan kelancaran kerja sama daripada tekanan pihak luar.

Ketergantungan pada Peritel Modern Skala Besar

Sekali lagi saya tekankan bahwa situasi sekarang ini terjadi karena selama ini pemasok kurang mendukung peritel kecil lainnya khususnya di daerah-daerah sehingga ketergantungan kepada peritel modern skala besar baik nasional maupun multinasional makin menjadi-jadi. Hal inilah yang sekarang dituai oleh para pemasok. Maju kena mundur tak rela. Sudah waktunya pemasok bersatu padu di bawah perhatian lebih baik dari pemerintah agar peritel kecil diberi dukungan serupa dengan yang diterima peritel besar sehingga dengan demikian penjualan tidak terlalu tertumpu pada hanya beberapa peritel besar saja. Terpusatnya kekuatan pada hanya beberapa peritel besar pasti tidak akan pernah baik, itu sama dengan meletakkan seluruh telur yang dimiliki ke dalam satu keranjang.

Jalan masih panjang, pekerjaan pemerintah pun beragam. Pelaku dunia usaha toh tetap harus bergerak dan mencari solusi terbaik bagi perkembangan usahanya.


Saturday, March 07, 2009

Siapa Butuh Peraturan Menteri Perdagangan RI No 53/2008?


Baru-baru ini sebuah surat kabar nasional memberitakan tentang penolakan Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia) atas Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 58/tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang pada intinya banyak mengatur tentang kerja sama antara pemasok dan peritel di pasar modern. Selain Aprindo juga turut menolak adalah Komisi V DPR yang menilai bahwa Permendag tersebut tidak kondusif untuk iklim investasi karena akan mengganggu prinsip kebebasan berkontrak antara dua belah pihak.

Siapa Menolak dan Siapa Setuju?
Anggota Aprindo pada dasarnya berisikan peritel-peritel besar. Herannya peritel kecil yang sebenarnya lebih membutuhkan asosiasi seperti Aprindo tidak banyak terlibat karena bukan anggota. Tak heran jika setelah terbitnya Permendag No.53 tersebut lebih banyak Peritel besar yang bersuara tidak setuju/menolak dibandingkan peritel kecil.
Menurut apa yang saya lihat sebenarnya terbitnya Permendag tersebut adalah guna melindungi baik pemasok maupun peritel berskala kecil sampai menengah. Pemasok dan peritel skala besar akan sangat terganggu dengan adanya Permendag yang secara detil mengatur bagaimana seharusnya kedua belah pihak berkontrak.

Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI) telah mengambil inisiatif untuk mengundang Menteri Perdagangan dan Dirjen Perdagangan pada tanggal 13 Maret 2009 untuk bertatap muka dalam upayanya mensosialisasikan Permendag No 53/2008 tersebut. Berikutnya kita tunggu kapan Menteri Perdagangan akan melakukan sosialisasi kepada peritel skala kecil dan menengah yang berada di daerah-daerah baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten? Mereka sesungguhnya tidak tergabung di dalam Aprindo dan juga belum tersentuh sosialisasi. Banyak di antara peritel kecil tersebut yang belum mengetahui keberadaan Permendag No 53/2008 tersebut.

Peritel Kecil Juga Butuh Perlindungan
Mengapa peritel kecil saya katakan adalah pihak yang akan diuntungkan oleh Permendag No 53/2008? Karena bukan hanya peritel besar saja yang bisa menggunakan bargaining powernya yang besar untuk “menekan” pemasok kecil , demikian juga Pemasok Besar skala multinasional maupun nasional pun melakukan “penekanan” kepada peritel skala kecil menengah yang ada di daerah-daerah. Mereka adalah pengusaha ritel lokal yang selama menggerakkan roda distribusi sampai ke kota-kota kecil. Peritel-peritel kecil inilah yang akan paling menderita ketika peritel besar skala nasional maupun multinasional masuk ke kota-kota provinsi bahkan kabupaten.

Peritel kecil ini juga mengalami penekanan dari pemasok besar dalam hal perlakuan yang berbeda antara kondisi perdagangan (trading term) yang diberikan pemasok kepada peritel besar dibandingkan kondisi perdagangan yang harus diterima oleh peritel kecil karena ketidakmampuannya memperoleh kondisi perdagangan yang seimbang. Hal ini jarang sekali mengemuka bukan? Selama ini hanya teriakan pemasok kecil saja yang muncul ke permukaan. Bagaimana dengan peritel kecil? Siapa yang mendengarkan suara mereka?

Law Enforcement
Dibalik pro dan kontra yang terjadi, suatu hal yang patur kita pertanyakan. Sejauh mana Permendag ini efektif untuk melindungi pemasok dan peritel kecil? Apakah yang disebut peraturan menteri boleh dilanggar atau harus ditaati. Sudah banyak peraturan yang tinggal peraturan. Tidak dijalankan oleh yang terikat namun tidak ada penegakan hukum. Akankah Permendag No 53/2008 berakhir serupa? Kita cermati bersama perkembangannya.